Pakar Hukum Pastikan Legalitas Ijazah Romanus Mbaraka Sah dan Tidak Dapat di Sangkal Lagi

Wakil Dekan IV Fakultas Hukum UMI Makassar, Dr. Zainuddin,S.H,S.Ag,M.H/ Net
Wakil Dekan IV Fakultas Hukum UMI Makassar, Dr. Zainuddin,S.H,S.Ag,M.H/ Net

Pakar hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Dr. Zainuddin, mempertanyakan pemahaman hukum dari penggugat gelar Drs, dari calon Bupati Merauke Romanus Mbaraka. Minggu (10/1)


Menurut lelaki yang pernah menempuh pendidikan hukum pada Universitas Utrech di Belanda ini,  pada dasarnya perbandingan yang digunakan oleh penggugat terkait gelar DRS yang digunakan oleh Romanus Mbaraka  Tidak sesuai dalam asas perbandingan hukum sebab yang dijadikan sebagai perbandingan adalah ijazah dari Universitas yang berbeda,  sementara dalam perbandingan hukum untuk melakukan perbandungan haruslah menggunkan dua objek yang sama untuk dapat menilai apakah ada perbedaan atau tidak. 

“Untuk melakukan perbandingan ijazah dari calon Bupati terpilih yang berasal dari salah satu kampus di Manado seharusnya yang dijadikan sebagai ijazah pembanding harus berasal dari perguruan tinggi yang sama.  misalnya kita cari siapa satu angkatan nya  calon Bupati ini waktu kuliah dulu lalu kita bandingkan Apakah sama ijazah dan gelar yang digunakan ataukah tidak. hal tersebut tidak setara dalam perbandingan hukum karena dalam perbandingan hukum harus membandingkan dua objek yang sama.” Ucap  lelaki yang saat ini menjabat sebagai wakil dekan IV  Fakultas Hukum UMI Makassar itu.

Dirinya juga menilai bahwa keabsahan dari ijazah serta penggunaan gelar "Drs" oleh Romanus Mbaraka  sudah tidak dapat disangkal lagi, sebab perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah tersebut telah mengakui keabsahan ijazah milik Romanus Mbaraka, dan membenarkan jika yang bersangkutan pernah bersekolah diperguruan tinggi itu.

“Kalau lembaga pendidikan yang mengeluarkan ijazah ini telah mengakui ijazah tersebut benar, maka tidak ada lagi  yang bisa menyangkal. Kecuali kalau lembaga pendidikan tinggi yang mengeluarkan Ijazah itu tidak mengakui Ijazah itu barulah dapat dikatakan bahwa Ijazah tersebut bermasalah secara hukum. Sebab yang bisa menyatakan apakah yang bersangkutan benar merupakan lulusan dari Universitas tersebut hanyalah kampus itu  sendiri.” Imbuhnya

Hal lain lagi yang diperhatikannya adalah bahwa Bawaslu Merauke telah memberikan klarifikasi dan pernyataan terkait ijazah tersebut lalu kemudian KPU Merauke juga telah mengeluarkan  suatu keputusan bahwa Romanus Mbaraka memenuhi syarat untuk maju sebagai Calon Bupati Kabupaten Merauke, maka dengan dasar pernyataan Bawaslu Merauke dan keputusan KPU Merauke maka sebenarnya kasus tersebut telah dianggap selesai dan tidak dapat dipertayakan lagi.

Lanjut, ia juga mengherankan mengapa pelapor  justru melaporkan kasus ini kepada pihak Kepolisian, padahal menurutnya untuk kasus pemilihan kepala daerah seharusnya melalui Bawaslu,  Namun karena sudah pernah ada pernyataan ataupun putusan Bawaslu terkait persoalan ini,  maka apabila pelapor kembali melaporkan ke Bawaslu akan dapat memenuhi unsur asas nebis in idem,  karena telah dua kali melaporkan dugaan dengan objek yang sama. 

“Kita ketahui bersama bahwa syarat menjadi calon Bupati adalah minimal ijazah SMA, lalu kemudian oleh penggugat yang digugat adalah ijazah sarjana S1, tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap persyaratan dari Bupati tersebut, karena Ijazah S1 hanya sebagai pelengkap untuk menjadi kepala daerah,  karena dalam peraturan perundang-undangan yang  dijadikan sebagai persyaratan hanyalah ijazah SMA.” Jelasnya

Lelaki yang juga sebagai pengamat Ombudsman ini, juga beranggapan bahwa pelapor sepertinya tidak memahami aturan hukum,  karena untuk membatalkan putusan pejabat administrasi dalam hal ini adalah Putusan dari KPU Kabupaten Merauke  yaitu dengan melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN),  dan  terkait ijazah seharusnya dilaporkan ke Bawaslu sebab ijazah yang digugat tersebut digunakan untuk kepentingan Pilkada.

“Seharusnya pelapor ini mempersoalkan keputusan KPU melalui PTUN,  kalau saja semisalnya ada indikasi Pasangan calon tidak memenuhi syarat,  jadi Istilahnya ya pelapor ini justru tidak memahami aturan hukum. Begitu juga dengan persoalan ijazah, padahal semestinya dilaporkan ke Bawaslu, bukan justru dilaporkan ke Kepolisian, sebab ijazah tersebut digunakan untuk kepentingan Pemilukada.” Pungkasnya