Sensus Penduduk Bukan Untuk Kegiatan Politik

Oleh : Akbar Sergio


Manfaat Sensus dan Survei oleh Badan Pusat Statistik

BPS memiliki banyak kegiatan survei dan sensus yang dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat. Semua kegiatan tersebut adalah resmi dan bertujuan untuk melihat gambaran masyarakat Indonesia yang nantinya menjadi dasar ataupun acuan dalam pengambilan program dan kebijakan oleh pemerintah. Misalkan kegiatan Survei Nasional Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilaksanakan oleh BPS salah satu outputnya adalah presentase penduduk miskin di suatu wilayah. Hal tersebut menjadi dasar dan pertimbangan bagi pemerintah untuk menentukan bantuan sosial apa yang perlu diberikan dan berapa perkiraan jumlah yang layak diberikan guna menyelamatkan masyarakat dari kelaparan ataupun jurang kemiskinan. Tapi perlu diingat bahwa BPS bukan yang menentukkan siapa saja yang individu yang menerima bantuan, karena ranah BPS hanya untuk melihat gambaran saja bukan sampai ke tahap distribusi yang merupakan tugas dari pemerintah daerah. Hal tersebut masih banyak belum dipahami oleh masyarakat sehingga masih sering terjadi pihak yang tidak mau bekerja sama.

Perwujudan Satu Data Kependudukan

Sudah diketahui bahwa SP2020 berbeda dengan kegiatan sensus penduduk sebelumnya. SP2020 menggunakan metode kombinasi yaitu menggunakan data registrasi yang relevan serta dilengkapi dengan sampel survei pada tahun 2021. Data registrasi yang digunakan adalah daya administrasi kependudukan yang bersumber dari Kementrian dalam Negeri sebagai basis data dasar yang kemudian dilengkapi pada pelaksanaan SP2020. Perubahan tersebut tak lain tak bukan adalah untuk mewujudkan satu data kependudukan Indonesia yang tertuang dalam Perpres Nomor 39 Tahun 2019 tentang satu data Indonesia. Diharapkan dengan tercapainya satu data kependudukan, koordinasi antar lembaga dalam pengambilan kebijakan menjadi semakin baik. Tetapi hal tersebut akan sulit terwujud tanpa partisipasi dari masyarakat.

Bukan untuk Politik

Kegiatan SP2020 bersamaan dengan agenda besar pilkada serentak dilaksanakan di 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Seakan lebih “panas”, ketenaran pilkada menutupi hegemoni dari SP2020 dan masyarakat lebih antusias dengan kegiatan politik tersebut. Tidak hanya itu bahkan banyak masyarakat yang menolak untuk menuntaskan kewajibannya sebagai “pemberi informasi” dalam SP2020 hanya karena menyangka ini adalah langkah politik. Dengan tegas dikatakan bahwa Pendataan BPS bukan untuk politik. Komisi pemilihan Umum (KPU) di masing-masing daerah yang memiliki wewenang akan hal tersebut bukan BPS. Sangat disayangkan masih banyak masyarakat yang tidak (mau) mengerti akan pentingnya SP2020. Bukan  hanya masyarakat awam, aparatur sipil negara (ASN) , TNI/Polri, bahkan  pemerintah desa yang seharusnya mengerti dan mendukung SP2020 masih ada yang menolak untuk didata karena disangka untuk politik. Padahal petugas SP2020 sudah dilengkapi atribut resmi serta surat tugas dan surat dukungan dari pemerintah.

Kembali ditegaskan SP2020 bukan untuk menentukan daftar pemilih sementara, daftar pemilih tetap, atau apapun istilahnya. SP2020 murni hanya untuk melihat jumlah penduduk dalam suatu wilayah serta melihat karakteristiknya guna mewujudkan satu data kependudukan.

Dengan menelaah pengertian Sensus sendiri, artinya semua penduduk wajib tercatat, dari bayi yang baru lahir, anak-anak, orang dewasa, lanjut usia, tuna wisma, prajurit TNI, kelompok disabilitas, anak buah  kapal, warga asing yang memenuhi konsep penduduk Indonesia, dll semua wajib tercatat tanpa terkecuali. Bukan hanya wajib tercatat, semua juga wajib memberikan keterangan dengan jujur dan benar. Semua tertuang dalam UU No 16 Tahun 1997 tentang statistik pasal 27 serta ada pasal 38 dan 39 yang mengatur mengenai pidana dan denda bagi siapa saja yang dengan sengaja menghambat kegiatan statistik khususnya sensus.

Semua ada ranahnya masing – masing, KPU memiliki wewenang untuk mempersiapkan pilkada serta BPS untuk pendataan SP2020, tidak perlu dikaitkan satu sama lain. Sangat amat disayangkan data yang diharapkan berkualitas menjadi tidak hanya karena alasan ‘konyol’ karena miskonsepsi satu sama lain. Semoga SP2020 dapat mewujudkan satu data kependudukan yang berkualitas untuk Indonesia maju.

Penulis adalah Staf pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Sorong Selatan