Diduga Anggota Separatis Jadi Komisioner Bawaslu di Papua

Istimewa
Istimewa

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dinilai mengambil keputusan yang ceroboh terkait penetapan Guripa Telenggen sebagai Komisioner Bawaslu Kabupaten Puncak 2023-2028. Pangkalnya, Guripa pernah dilaporkan masyarakat pada 4 Agustus 2023, lantaran diduga anggota kelompok separatis. 


Berdasarkan Pengumuman Bawaslu RI Nomor 2571.1/KP.01.00/K1/08/2023, Guripa terpilih sebagai salah satu Komisioner Bawaslu Puncak bersama Fredi Wandikbo dan Yorince Wanimbo. Surat tersebut diteken Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, pada Jumat (18/8).

"Pada awal Agustus kemarin, ada masyarakat sipil melaporkan Guripa ke Bawaslu dan diterima Kepala Sekretariat Bawaslu Papua Tengah, Amin Ramin. Guripa dilaporkan karena diduga anggota separatis. Nah, kenapa sekarang Bawaslu RI justru mengabaikan aduan itu dan memutuskan Guripa sebagai komisioner terpilih?" tanya Direktur Merah Putih Strategic Institute (MPSI), Noer Azhari, dalam keterangannya, Sabtu (19/8).

Ia menerangkan, laporan tersebut dilakukan di sela-sela masa seleksi. Menurutnya, aduan tersebut sah karena tim seleksi (timsel) membuka wadah tersebut guna memastikan bibit, bebet, dan bobot para calon Bawaslu tidak tercela. 

"Bukannya menindaklanjuti aduan itu, Bawaslu RI justru dengan gegabah memutuskan Guripa sebagai komisioner terpilih," kata Azhari.

Menurut Azhari, keputusan tersebut fatal karena berdampak serius terhadap pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

"Ini seperti api dalam sekam. Saya akan memperkarakan kasus ini ke DKPP dan aparat hukum," kata Azhari.

Azhari mengingatkan bahwa separatis jelas-jelas merongrong kemerdekaan dan mengancam keutuhan NKRI.

Menurut Azhari, keputusan Bawaslu RI yang meloloskan Guripa telah melanggar Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107 KUHP tentang Makar juncto Pasal 117 ayat (1) poin c Undang-Undang Pemilu terkait syarat calon komisioner Bawaslu yang harus setia pada UUD 1945, Pancasila, dan NKRI. 

Azhari menekankan, sudah dua kejadian kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Papua dibakar. Ini menunjukkan adanya ancaman serius terhadap pelaksanaan Pemilu 2024.

"Jika pelaksanaan pemilu, terutama di Papua, nantinya penuh gejolak, maka jangan salahkan rakyat apabila menunjuk hidung Bawaslu sebagai biang keroknya," demikian Azhari.